deskripsi gambar

Breaking News

GNRM 2021 - Pesta Budaya Berbagi Ilmu

    >>>>>SUSUNAN TIM KERJA GNRM 2021                                             >>>>> AGENDA KEGIATAN GNRM 2021


      
SELAYANG PANDANG PROGRAM GNRM 2021 POLTEKPOS

1.      Latar Belakang

Dari data yang dilansir Badan Pusat Statistik Nasional dalam Survei Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi COVID-19 (7-14 September 2020) menyebutkan sebanyak 29,4 % responden meyakini kemungkinan dapat tertular dan 34,3% menyatakan cukup mungkin. Dari aspek tingkat pendidikan menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin meyakini bahwa Covid-19 berbahaya dan mudah menular. Akibatnya adalah  hampir 62% dari total responden mengaku menjalankan aktifitas pekerjaannya secara daring[1]. Survey lain yang dilakukan oleh global Wall's pada 2020 terhadap 12.500 responden di 12 negara, termasuk Indonesia, menunjukkan sebanyak 69 persen responden menggunakan teknologi untuk memelihara relasi yang berjauhan [2]. Kondisi ini mengilustrasikan bahwa pemanfaatan teknologi diyakini sebagai solusi interaksi antar manusia yang paling tepat dimasa pandemi.

Masa pandemi telah mengubah cara pandang dan manifestasi manusia dalam berinteraksi. Hal ini menyulut terjadinya perubahan sosial masyarakat karena keadaan yang terjadi adalah sangat berkaitan dengan keberadaan komunikasi dalam masyarakat.  Keberadaan komunikasi ini dapat berwujud perubahan perilaku komunikasi, media yang digunakan dan komunitas yang terbentuk. Pada tahapan konsekuensi ini tentu saja melahirkan resiko-resiko yang akan dihadapi masyarakat dimana teknologi itu dianggap sebagai solusi [3].

Dalam dunia pendidikan, hasil survei UNICEF pada 2020, sebanyak 66 persen dari 60 juta siswa dari berbagai jenjang pendidikan di 34 propinsi mengaku tidak nyaman belajar di rumah selama pandemi dan 38% mengatakan kekurangan bimbingan dari guru [4]. Sedangkan hasil survey Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyatakan 92% peserta didik mengalami banyak masalah dalam mengikuti pembelajaran daring [5]. Ini dapat dipahami sebagai resiko-resiko yang harus siap kita hadapi; adanya kurikulum darurat karena pembelajaran daring, ketidaksiapan SDM dan infrastruktur serta isu pemerataan baik layanan internet maupun konten pembelajaran. Disisi lain bertebarannya fitur-fitur internet terkait pembelajaran sangat deras perkembangannya, namun tidak diimbangi dengan pertumbuhan kepedulian panduan-panduan untuk meliterasi masyarakat. Akibatnya menjadi kontra produktif.

Meliterasi masyarakat dengan menyediakan “pemandu” dalam memanfaatkan fitur-fitur pembelajaran di internet menjadi kunci utama dalam rangka mengatasi isu kesenjangan berinternet dan isu pemerataan konten-konten pembelajaran ini. Isu kesenjangan berinternet perlu diatasi dengan menyediakan rujukan pasti kemana seorang pembelajar harus menemukan jalannya ketika berada di belantara internet, yaitu menyediakan platform digital. Selanjutnya terkait konten pembelajaran dalam isu pemerataan, ini dapat disiasati dengan model crowdsourcing.

 Model ini merupakan cara mengelola kerumunan untuk menciptakan nilai [6]. Di negara-negara maju crowdsourcing nyata telah berhasil meningkatkan efisiensi, memungkinkan organisasi menjangkau melampaui sumber daya mereka sendiri untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan baru dari komunitas di masyarakat [7].  Dalam konteks ini (mengacu pada Gambar 1), crowsourching diwujudkan sebagai aktifitas menyediakan literature melalui pemberdayaan masyarakat pendidikan untuk berkontribusi, mengupayakan dan menghimpun sumber-sumber belajar bersama. Masyarakat pendidikan ini adalah siapapun yang memiliki kemampuan dan kepedulian terhadap dunia pendidikan, semisal dari kalangan guru, dosen, penggiat pendidikan, professional dan lain sebagainya. Tujuannya, menjaga ketersediaan konten pembelajaran siswa dan pemerataannya ke seluruh sekolah di wilayah Indonesia melalui internet. Secara teknis, kelompok masyarakat pendidikan yang bergotong-royong mengisi konten dapat memanfaatkan platform ini untuk mendesiminasikan konten mereka. Setelah itu melalui proses verifikasi dan redaksional oleh pengelola platform, maka konten-konten tersebut dapat ditampilkan di platform. Untuk pengguna sekolah, agar dapat masuk ke platform ini, mereka diwajibkan untuk membuat akun institusi yang akan mengakomodir guru dan siswa yang tergabung. Cara ini dimaksudkan agar sistem dapat diukur kinerjanya dan persepsi kemanfaatannya.

        Kongkritnya, usulan model ini dapat dimanfaatkan untuk meminimalisir learning loss yang kemungkinan dialami oleh siswa-siswa di masa pandemi, harapannya adalah agar tidak ada materi yang tertinggal dari setiap siswa di setiap sekolah. Sekolah yang memiliki sumber daya yang baik akan bergotong royong berperan memberikan konten terbaiknya terkait pengembangan SDM dan penyediaan konten pembelajaran siswa melalui sebuah crowdsourcing platform. Konsep literature crowdsourcing inilah yang menjadi dasar usulan proposal ini. Yaitu sebuah upaya untuk mengerahkan masyarakat pendidikan berbasis social  engagement loops melalui  crowdsourcing literatur dan menyebarkannya untuk pemerataan sumber-sumber belajar disekolah-sekolah, dimanapun dan kapanpun.

2.      Tujuan Kegiatan

Tujuan kegiatan ini meliputi 5 aspek yaitu antara lain;

  1. Gotong royong - membangkitkan kembali karakter asli bangsa Indonesia, dalam hal ini di bidang pendidikan melalui “urun konten”,
  2. Empati dan Kompetensi -Menumbuhkan kepedulian untuk berbagi pengetahuan dan mental menulis publikasi bagi masyarakat pendidikan,
  3. Literasi - Membantu penguatan  pondasi literasi digital masyarakat,
  4. Platform digital - menyediakan wadah informasi terpadu berbasis internet yang menghimpun sumber-sumber belajar,
  5. Mencerdaskan Bangsa - membantu pemerintah dalam upaya mencerdaskan bangsa melalui pendidikan

3.     Bentuk dan Metode Kegiatan

        Kegiatan ini akan dilaksanakan dalam 3 tahapan dengan penjabaran sebagai berikut :